In wisdom there is no logic
In science, logic is often but not permanently effective
(Brouwer, 1990)
Kisah petualangan menembus waktu senantiasa menjadi fiksi besar dan selalu menarik untuk dibahas dan diperbincangkan. Berabad-abad lamanya para filosof dan ilmuwan berusaha mendefinisikan tentang waktu. Dan waktu itu sendiri sudah sejak lama menjadi subyek sentral bagi agama dan kebudayaan-kebudayaan dunia.
Waktu biasanya diklasifikasikan menjadi tiga bagian. Ada masa lalu, masa kini dan masa depan. Yang sering jadi pertanyaan besar adalah apakah kita bisa kembali ke masa lalu atau dapat melihat masa depan kita ? itu masih menjadi misteri. Misteri waktu.
Ada berbagai pertanyaan mengenai definisi dan hal-hal yang berkaitan dengannya. Diantaranya adalah apakah masa lalu itu? Apakah masa depan hanya ilusi semata ataukah waktu itu adalah sebuah proyeksi dari sifat asimetri yang ada dalam diri kita. Kemudian pertanyaan yang menggelitik para ilmuwan fisika masa kini diantaranya adalah mungkinkah manusia dapat bergerak bolak-balik antara masa lalu dan masa depan ataukah hanya bisa meluncur ke masa depan?
Ilmuwan fisika generasi terakhir (generasi kuantum) menganggap bahwa tamasya tembus waktu sebagaimana dituangkan dalam film-film fiksi ilmiah sebagai sebuah ide serius –walaupun sampai saat ini belum dapat terwujud-. Sehingga topik-topik mengenai cara pembuatan mesin waktu dan hal-hal yang berkaitan dengannya menjadi sebuah fair game bagi para fisikawan teoritis.
Dan ketertarikan akan mimpi mewujudkan sebuah mesin waktu diwujudkan dalam bentuk berbagai teori. Percaya atau tidak berbagai teori tentang waktu dan upaya untuk mewujudkannya telah menembus halaman-halaman jurnal bergengsi sepertu Physical Review, dan juga menjadi pembahasan menarik di majalah New Scientist.
Tetapi dalam kenyataannya apakah ide mengenai perjalanan tembus waktu itu dapat terwujud…?
Sampai saat ini perjalanan menembus lorong waktu masih dianggap mustahil karena adanya perbedaan para ilmuwan tentang definisi waktu secara fisika. Isaac Newton hanya percaya bahwa waktu itu identik dengan sebatang anak panah; sekali dilepaskan maka ia akan melesat lurus ke depan dan selamanya tidak akan menyimpang dari garis itu. Satu detik di Bumi sama dengan satu detik di Mars. Jarum jam berdetak di seluruh alam semesta dengan laju yang sama.
Lain halnya dengan The Nature Boy alias Einstein si bocah alam. Einstein memberikan gambaran yang lebih radikal mengenai waktu. Menurutnya waktu lebih menyerupai sungai berliku-liku yang mengitari bintang-bintang dan galaksi (seperti meander). Kadang-kadang bergerak dan makin lama makin tegas. Hal ini serupa dengan waktu, seluruh waktu, masa lalu, saat ini dan masa depan. Saat yang telah lama silam aka kabur dan remang-remang demikian juga dengan masa depan yang masih jauh. Tetapi kemarin dan esok pagi akan nampak lebih terang dan tajam.
Sebenarnya di atas kertas, perjalanan menembus waktu bukannya tidak mungkin untuk dilakukan. Hanya saja perjalanan tembus waktu ini tidak akan semudah dalam film-film fiksi ilmiah yang hanya tinggal menekan tombol lalu terbuka lubang waktu yang siap mengantar dan mendamparkan sang penjelajah waktu dimanapun sesuai dengan keinginan si penjelajah atau terserah si lubang waktu mengantarkannya. Tentunya tidak akan semudah itu.
Ada beberapa hal yang saat ini masih membingungkan dan sulit dipecahkan dalam perjalanan tembus waktu ini. Jika seandainya ide tersebut dapat diwujudkan maka salah satu masalahnya adalah terjadinya paradoks-paradoks. Misalnya manusia tanpa orang tua atau orang tanpa masa lalu.
Paradoks akibat perubahan sejarah masa lalu dikhawatirkan akan mempengaruhi sejarah selanjutnya. Karena masa lalu adalah sejarah dan bila sejarah dirubah tentunya hal itu akan mempengaruhi masa berikutnya.
Selain itu jika misalnya di masa depan mesin waktu itu telah dapat diwujudkan, maka mengapa sampai saat ini tidak ada orang dari masa depan yang datang untuk memberitahukan pada ilmuwan masa kini mengenai cara membuat mesin waktu.
Ada berbagai teori yang ditawarkan oleh para ilmuwan untuk mengatasi paradoks tersebut. Igor Ivanov seorang fisikawan yang berkerja di Lebedev Institute Moskwa dan Nordic Institute for Theoritical Physic di Kopenhagen Denmark menawarkan solusinya berupa prinsip konsistensi diri. Inti prinsip ini adalah jika perjalanan melalui lorong waktu tersebut dimungkinkan, pasti tentunya terdapat hukum alam yang mencegah munculnya paradoks dan membiarkan perjalanan secara konsisten terjadi melalui lorong waktu.
Dengan demikian mungkin terjadi sejarah alternatif seperti serial Sliders yang ditayangkan di RCTI. Sejarah alternatif sebagai sesuatu yang mengubah masa lampau dan membelokkan arah waktu dari sejarah yang tengah kita jalani. Contohnya misal kita bisa menyelamatkan kekhalifahan Turki Utsmani dahulu mungkin sejarah akan berbicara lain pada akhirnya, meski tetap untuk sejarah kita kekhalifahan Turki sudah runtuh. Dengan demikian sungai waktu dari titik tersebut akan bercabang menjadi dua dan tercipta semesta paralel sebagaimana film Sliders tersebut.
Dalam usaha untuk mewujudkan perjalanan menembus lorong waktu ada dua hal yang harus menjadi perhatian. Yang pertama adalah mesin waktu dan lorong waktunya.
Ada berbagai macam teori mengenai lorong waktu ini. Salah satu cara yang paling intensif dipelajari secara matematis adalah teori lubang cacing. Teori ini dikemukakan dengan menganggap ada sebuah terowongan kecil dalam ruang waktu.
Lubang cacing ini dikatakan dapat digunakan untuk menempuh perjalanan melalui ruang dan waktu. Dengan asumsi ruang waktu berbentuk seperti huruf U tidur ( ). Jika seandainya dapat dibuat sebuah lubang energi pada saat ini maka tentunya lubang tersebut akan tembus pada ruang waktu di masa lalu atau masa depan. Karena dua mulut lubang cacing itu bisa bersebelahan dalam ruang tapi terpisah dalam waktu sehingga tak ubahnya seperti sebuah lorong waktu.
Akan tetapi teori lubang cacing ini menurut para ahli fisika memiliki banyak kelemahan. Ada dua kelemahan utama dari teori ini yang membuat teori ini sulit untuk dijadikan dasar dalam membuat sebuah lorong waktu. Yang pertama adalah energi. Diperlukan pasokan materi eksotik dengan energi negatif dalam jumlah yang sangat besar untuk mewujudkan sebuah lorong waktu. Sampai saat ini memang bisa didapatkan sumber energi negatif dengan Efek Casimir, tetapi energi yang dihasiljan masih amat sedikit. Cara lain yang digunakan untuk menghasilkan energi negatif adalah dengan memperlambat laju cahaya. Energi yang dihasilkan dari perlambatan cahaya tersebut disimpan dalam satu medium sampai jumlah energi mencukupi untuk membuat lubang waktu. Yang kedua adalah masalah stabilitas. Teori lubang cacing identik dengan teori lubang hitam berotasi. Menurut Michio Kaku guru besar fisika teoritis di City University of New York,
Teori lubang hitam berotasi ini memiliki kelemahan. Kelemahannya adalah ketika ada sesuatu yang melewati lubang itu maka kestabilan lubang itu akan hilang. Dan akan terjadi efek kuantum yang dapat menghancurkan lubang cacing itu bahkan sebelum ada orang atau mesin yang melewatinya.
Mengenai mesin waktunya, meskipun suatu saat misalnya mesin waktu dapat diwujudkan namun untuk dapat menggunakannya diperlukan pasokan materi eksotik yang memiliki energi negatif dalam jumlah yang luar biasa besar sebagai bahan bakarnya. Dan sampai saat ini belum diketemukan teknologi yang cukup signifikan dapat mengumpulkan energi negatif dalam kapasitas yang cukup, guna menjadi bahan bakar mesin waktu itu sendiri
Selain kendala-kendala fisika yang ditemui, masih ada kendala biologis yang masih membingungkan. Kendala biologis itu berupa kondisi fisik dan biologis si penjelajah waktu. Karena adanya kemungkinan tekanan yang tinggi dalam mesin waktu dan lubang waktu. Dalam keadaan yang seperti ini yang menjadi pertanyaan adalah apakah sang penjelajah waktu tersebut dapat keluar dari lubang waktu dan sampai ke tempat tujuannya dengan selamat ?
Dengan berbagai kendala seperti yang telah disebutkan diatas, nampaknya mimpi untuk mewujudkan sebuah perjalanan menembus lorong waktu masih merupakan sebuah utopia yang baru dapat diwujudkan hanya dalam tataran film fiksi ilmiah belaka.
Wallahu`alam bis Shawab.